Kamis, 22 Oktober 2009

27. My mother and sister were dead because of you

Seandainya mamah punya satu kesempatan untuk hidup lebih lama
tak akan mamah sia-siakan kesempatan itu
Seandainya tuhan memberi mamah lebih banyak waktu
akan mamah manfaatkan waktu itu dengan baik

Namun tuhan punya rencana lain untuk mamah
Mamah bisa merasakannya, tuhan memanggil mamah
Sepertinya waktu mamah tidak akan lama lagi
Seandainya itu memang benar terjadi, kuatkanlah diri kalian
selamat tinggal anak-anakku, tidurlah yang nyenyak malam ini

Ibumu tercinta, Vania Serlina



Pagi itu Sergi bersama teman-temannya memberikan surprise ulang tahun kepada Vena yang sedang tertidur di kamarnya. Para the flame itu sudah membawa kue tart coklat dengan lilin berbentuk angka 17 tahun dengan apinya yang masih menyala.

"Selamat ulang tahuun sayangkuuu!!!" ucap Sergi kepada Vena yang baru bangun pagi itu

"hah??? ada apaan niih??? aduuuuh!!! masii pagiii!!! kaget deh!!!!" ucap Vena yang masih terkantuk-kantuk dan kaget ketika teman-teman flame nya memberikan surprise ulang tahun di pagi buta itu

"selamat ulang tahun sayang, panjang umur yah, tetap sayang sama aku..." ucap Sergi tersenyum sambil mengecup kening Vena
"iya sayangku... makasih ya... duuuh... seneng banget deh dikasih surprise kaya gini!! makasi ya guys!!!" ucap Vena senang

"iya ven, kita sengaja ngasih surprise gini, senang kan lo? hehehe... selamat ultah ya ven, yang langgeng sama Sergi, moga-moga tar kalo udah kawin gw diundang ya trus punya anak yang banyak... hahaha," ucap Alan

"met ultah ven, moga lo tambah cantik aja, hehehe..." ucap Nay
"met ultah ya ven, tapi kuenya gw bagi yang banyak ya, gw laper ven..." ucap Bonad

"hahahahaha... makasi banyak ya nay imut sama bonad lucu... hehehe... thx bangett!!" ucap Vena
"loh kok gw nggak? parah parah parah..." ucap Alan
"ah lo mah apaan! hahaha, canda gw lan, iya makasih ya lan, friend gw banget deh..." ucap Vena tersenyum

Mereka pun bersenang-senang sambil menikmati kue tart coklat itu, pagi itu semua terasa hangat dan Vena sangat bahagia karena baru saja merayakan ulang tahun ke 17 nya bersama teman-teman terbaiknya

"eh, si alvin mana?" ucap Vena sambil menikmati kue tart
"bentar lagi juga dateng, kamu harus liat apa yang dia bawa..." ucap Sergi
"emang bawa apa dia?" tanya Vena

"kita sengaja patungan ven buat beli kado istimewa buat lo," ucap Nay
"hah serius??? hadiah apa? seneng banget deh!! makaasi ya!!" ucap Vena

"liat aja ven bentar lagi..." ucap Nay
"eh si Alvin udah di depan, gw ke depan dulu ya..." ucap Sergi


Lalu tak lama, Alvin dan Sergi pun masuk ke dalam sambil membawa bingkai foto yang cukup besar

"Ven... met ultah ya! nih liat apa yang gw bawa?!!" ucap Alvin
"waaaah!! keren banget!! ini kan foto2 kita jaman dulu!! lucu banget dibingkai gini!!" ucap Vena sambil melihat bingkai foto yang bertuliskan "Happy Birthday Vena"

"ini hadiah spesial buat lo ven dari kita semua... lo suka kan?" ucap Alvin
"sukaa banget!!! makasihh yaaa!! gw seneng banget deh hari ini!! mimpi apa gw semalem!!" ucap Vena sangat senang


Para anggota The Flame yang lain hanya tersenyum melihat Vena yang sangat gembira itu.

Beberapa lama kemudian
"ven... nanti malam ikut aku ya, aku mau nunjukkin sesuatu buat kamu," ucap Sergi
"mau nunjukkin apa gi?" ucap Vena
"ada deh... pokoknya ikut aja... aku punya kejutan buat kamu," ucap Sergi
"ok sayang!" ucap Vena tersenyum


Siang hari itu, Irham dan Kyna sedang berada di kantor polisi tempat Kapten Aryo dan perwira Edo bertugas, ia sedang berunding untuk menggagalkan aksi pembunuhan misterius geng ace yang akan dilakukan malam ini


"kali ini pembunuhan akan dilakukan di stasiun kereta kota tua jam 10 malam, bagaimana menurutmu do? kita harus apa?" ucap Kapten Aryo
"menurut saya kapten, lebih baik kita bawa pasukan yang cukup banyak dengan perlengkapan lengkap untuk melumpuhkan geng ini, disana kita akan bekuk mereka dari berbagai sisi agar mereka tidak bisa lari, bagaimana kapten?" ucap perwira Edo

"hmm... itu ide bagus... kita harus siapkan pasukan yang cukup banyak," ucap Kapten Aryo
"tapi kapten, sebaiknya kita jangan terlalu percaya oleh pesan dari animus itu, bisa saja itu hanya pesan menjebak," ucap Kyna

"ya bisa saja begitu, jadi sebaiknya kita harus apa? bagaimana menurut kalian?" ucap Kapten Aryo
"kalo menurut saya kapten, lebih baik beberapa pasukan khusus polisi menuju stasiun kereta di kota tua itu dan beberapa lagi tetap berjaga-jaga di tempat-tempat yang biasa geng ace bersembunyi," ucap Kyna

"tempat geng ace bersembunyi? hmm... maksut kamu gedung-gedung dan bangunan tua itu? tapi kami sudah mengecek tempat-tempat itu, dan hasilnya nihil, tidak ada para animus itu disana," ucap Kapten Aryo

"kapten... animus adalah orang yang licik dan cerdas, mereka tidak akan sebodoh itu memberitahukan tempat pembunuhan korban selanjutnya secara gamblang seperti yang terdapat di sms Irham itu, terlebih mereka sudah tau kalo mereka adalah buruan utama polisi. Logikanya mereka akan menghindari polisi semaksimal mungkin," ucap Kyna

"jadi maksut lo kyn, pesan animus yang dikirim ke gw itu cuma pesan bohong atau jebakan?" ucap Irham
"tepat!" ucap Kyna

Kapten Aryo dan perwira Edo berpikir sejenak, mereka terdiam sambil memikirkan strategi untuk membekuk para animus ini

"baiklah kalo begitu, kami akan mengerahkan banyak tim kali ini... 1 tim akan pergi ke stasiun kereta kota tua itu, dan sisanya akan berjaga-jaga di perbatasan kota dan pusat kota untuk mengawasi bekas tempat persembunyian animus itu," ucap Kapten Aryo

"ya sebaiknya begitu kapten," ucap Kyna

"do, cepat beritahukan markas pusat untuk membawa pasukan khusus dengan jumlah yang cukup banyak, malam ini harus membuahkan hasil! jangan sampai kita gagal lagi!" ucap Kapten Aryo

"siap kapten!" ucap perwira Edo



Hari sangat cepat berlalu, malam begitu cepat datang. Malam itu Vena di kamarnya sedang bersiap-siap untuk pergi bersama Sergi. Vena menyisir rambut panjangnya, dan menghias bibir sensualnya dengan lipstik merah hati dan membuatnya menjadi lebih sensual seperti biasanya. Ia memakai gaun hitam panjang yang sangat elegan

Sergi yang keluar dari kamarnya dengan tuxedo hitam, terlihat sangat rapi dan keren. Ia berjalan tegap menuju kamar Vena untuk mengajaknya pergi. Ia membuka pintu kamar Vena

"kamu udah siap? ayo kita pergi sekarang, nanti keburu malam, sekarang sudah jam 9..." ucap Sergi
"iya sayang, sebentar lagi, sabar ya..." ucap Vena tersenyum

"ok... aku tunggu di mobil ya," ucap Sergi sambil berjalan pergi ke mobilnya


Di ruang bawah markas The Flame

"mau pergi kemana gi?" ucap Alan yang sedang santai di ruang tengah
"biasa, candle light dinner sama Vena," ucap Sergi
"ooh... asik nih, ide nya si Alvin ya?" ucap Alan

"iya, dia yang nyiapin semuanya, semoga Vena seneng sama kejutan ini," ucap Sergi

Sergi pergi ke mobilnya, lalu ia masuk ke dalam dan menyalakan mobilnya. Di dalam mobil ia merenung sendiri memikirkan keadaan orang tuanya. Ia merindukan orang tuanya

"pah, sedang apa pah? sudah makan malam?" tanya Sergi di telepon
"oh kamu nak, tumben malam-malam telepon, papah sudah makan, bagaimana kabarmu nak?" tanya ayah Sergi
"aku baik pah, entah kenapa aku kangen sama papah dan mamah," ucap Sergi
"kalau kangen, cepatlah pulang, kami juga merindukanmu nak," ucap ayah Sergi

"iya pah, malam ini aku akan pulang ke rumah bersama Vena untuk menengok papah dan mamah," ucap Sergi
"baguslah kalau begitu, jadilah anak yang baik gi," ucap ayah Sergi

"pah..." ucap Sergi
"ada apa?" tanya ayah Sergi
"aku minta maaf karena selalu membohongi papah dan mamah, aku minta maaf karena tidak bisa menjadi anak yang seperti papah inginkan, aku selalu mengecewakan papah dan mamah," ucap Sergi

"tidak nak, kamu anak kebanggaan kami, kami sangat menyayangimu, pulanglah nak, kami merindukanmu disini," ucap ayah Sergi

Sergi hanya terdiam

"halo! gi kamu masih disitu?" tanya ayah Sergi
"iya......," ucap Sergi
"ada apa denganmu nak?" tanya ayah Sergi

"pah, jaga mamah baik-baik, mungkin kita gak akan ketemu lagi pah...." ucap Sergi

Sergi menutup telepon itu lalu ia hanya terdiam, ia merenung sendiri. Tiba-tiba Vena masuk ke dalam mobil

"ayo gi berangkat," ucap Vena
"udah siap?" tanya Sergi
"iya ayo kita pergi.... gi kamu keliatan sedih, ada apa?" tanya Vena
"gapapa," ucap Sergi pelan



Kapten Aryo bersama timnya sedang mengintai bangunan tua yang pernah dijadikan animus untuk besembunyi. Kapten Aryo memakai seragam pasukan khusus dengan masker hitam yang menutupi semua wajahnya kecuali matanya. Ia juga memakai rompi hitam, dan helm hitam khusus standar untuk pasukan elit. Ia juga memegang senapannya

"semua unit! apakah ada tanda-tanda dari animus?" ucap Kapten Aryo
"tim delta masuk, belum ada tanda-tanda dari animus di stasiun kereta, tetap waspada," ucap salah satu anggota tim delta
"tetap waspada dan segera lapor apabila ada yang mencurigakan,"ucap Kapten Aryo


"kapten, bagaimana apabila animus itu tidak ada disini?" ucap perwira Edo
"semoga saja tim lain berhasil menemukannya di area lain, berdoa saja," ucap Kapten Aryo
"ok kapten," ucap perwira Edo



Sergi dan Vena telah sampai di tempat yang sepi itu. Tempat itu sangat sepi dan jarang dilalui orang. Sergi dan Vena berada di cafe daerah pinggiran kota. Cafe itu tidak terlalu besar dan tidak ada pengunjung sama sekali. Tempat itu telah dibuat khusus oleh Alvin untuk kejutan Vena

"jangan ngintip ya," ucap Sergi
"kita ada dimana gi?" tanya Vena yang matanya ditutup kain hitam
"udah tenang aja, tar liat aja," ucap Sergi

Sergi dan Vena menuju bagian atas cafe itu. Di bagian atas cafe itu, hanya terdapat satu meja khusus untuk Sergi dan Vena makan malam. Hidangan sajian makan malam pun telah tersedia di atas meja. Pemandangan dari atas cafe itu sangat indah. Hamparan luas kota Jakarta dapat terlihat dari bagian atas cafe itu

"aku buka ya penutup matanya," ucap Sergi

Vena terkejut dan melihat sekelilingnya, ia berlari ke pinggir atap cafe itu

"waaah... keren banget pemandangannya... kita ada dimana sih?" ucap Vena
"ini cafenya Alvin, dia menyediakannya untuk candle light dinner kita," ucap Sergi
"oh gitu, keren banget ya," ucap Vena
"ven, ayo kita makan malam, nanti makanannya dingin" ucap Sergi

Sergi dan Vena duduk di bangku meja yang sudah penuh makanan enak itu, mereka bersiap untuk makan

Alvin keluar dengan memakai kostum ala pelayan restoran mahal, ia membawa sebotol champagne

"selamat malam tuan dan nona," ucap Alvin
"hahaha, gaya banget deh lo vin! niat banget si lo vin!" ucap Vena
"iya dong ven, untuk sahabat apa si ya nggak," ucap Alvin sambil menuangkan champagne ke gelas
"thanks ya vin," ucap Sergi tersenyum
"santai aja gi, kita kan sahabat," ucap Alvin tersenyum

Alvin pun meninggalkan Sergi dan Vena berdua yang sedang menyantap hidangan di meja


"gi makasih ya, kamu baik banget, aku tambah sayang sama kamu," ucap Vena
"iya, aku pengen buat kamu bahagia ven, ini hadiah spesial dari aku buat kamu," ucap Sergi
"aku mau kita kaya gini terus, aku mau semua indah seperti ini," ucap Vena
"iya aku tau, tapi gak ada yang kekal ven, keindahan seperti ini juga tidak akan selalu ada, hidup seperti roda, kadang kita bahagia, kadang kita susah, iya kan," ucap Sergi

"ah, ngomong apa sih kamu, mulai sok tuanya keluar," ucap Vena
"bener tau, gapecaya," ucap Sergi

"gi, seandainya nanti aku jadi istri kamu, kamu mau punya anak berapa?" ucap Vena
"dua aja," ucap Sergi
"wuaaah, bagus deh, aku juga ga mau punya anak banyak-banyak," ucap Vena
"iya, ngapain, susah ngurusnya tau," ucap Sergi

"iya, bener," ucap Vena

"Ven aku mau kasih kamu sesuatu," ucap Sergi
"kasih apa?" tanya Vena
"tutup mata kamu," ucap Sergi

Vena menutup matanya. Sergi mengeluarkan kotak hitam yang berukuran agak kecil.

"ven buka mata kamu," ucap Sergi
"kamu mau ngasih aku apa?" tanya Vena
"ini aku mau kamu....."


"sudah cukup kisah romantisnya... gw muak ngeliatnya," ucap Arthur yang keluar dari pintu dengan jubah hitam dan topeng merahnya

"hah??? lo!!! animus bertopeng merah!!" ucap Sergi kaget

"iya, kenapa gi? lo kaya abis ngeliat setan aja," ucap Arthur
"akhirnya si Alvin berhasil bawa lo kesini gi, kita bakal bunuh lo disini," ucap Bimo

"apa??? Alvin? apa maksut kalian!? dia itu sahabat gw!!" ucap Sergi
"gi!! gimana nih!! aku takut!!" ucap Vena

"sahabat? itu dulu gi, sekarang gw adalah bagian dari ace, the flame itu cuma masa lalu gw," ucap Alvin dengan tersenyum licik

"apa maksut lo vin!? kenapa lo ngejebak gw?! bukannya kita sahabat dari kecil!!? kita ini berteman udah lama gi!! kenapa lo khianatin gw!!" ucap Sergi
"sahabat? itu masa lalu gi, setelah apa yang udah lo dan The Flame lakuin ke sodara gw Bimo, Karin dan keluarganya, gw ga bisa maafin itu gi!!" ucap Alvin

"apa?? apa maksut lo!!! kenapa lo jadi kaya gini!!" ucap Sergi
"udah deh gi, pemerkosa kaya lo ga pantes banyak omong," ucap Alvin yang mengacungkan pistol ke arah Sergi

"apa??? pemerkosa?? tapi... tapi... lo juga.....

DAR!!!

"Aaaaah!!!, "Sergi berteriak karena ditembak Alvin di bagian lengannya

"kenapa vin? kenapa? gw kira lo sahabat gw!! ternyata....," ucap Sergi

DAR!!!

Suara tembakan kedua berasal dari pistol yang dipegang Bimo, ia menembak lengan Sergi yang satunya lagi

"kenapa? kenapa dulu lo perkosa Eva gi? dia adik gw yang paling gw sayang, karena semua kebejatan lo! dia bunuh diri gi! dan sebagai bayarannya, nyawa lo bakal gw ambil sekarang" ucap Bimo

"ampuuun..... gw gak mau mati mo... ampuuuuun... maafiiiin gw.... ini semua bukan salah gw...." ucap Sergi sambil meringis kesakitan karena kedua lengannya tertembak

"ampun kata lo? terus Eva!!??? lo kasih ampun ke dia??? lo perkosa dia tanpa ampun!!! terus ibu gw!!! ibu gw!!! lo kasih ampun ke dia?!!!!" ucap Bimo keras

"apa maksut lo mo? ibu lo? apa maksut lo?" ucap Sergi

"malam itu.... malam hujan deras itu.... 1 tahun yang lalu.... lo lupa gi?" ucap Bimo
"malam? hujan? apa maksut lo mo?" ucap Sergi yang badannya gemetaran karena tertembak

"malam itu... dimana gw kehilangan nyokap gw... adalah malam yang gak akan gw lupakan... semua karena lo sama temen-temen lo flame bangsat itu!!!" ucap Bimo



1 tahun lalu setelah kejadian Eva mati bunuh diri di rumahnya, keluarga Bimo dan Karin selalu dirundung kesedihan, tidak terpancar sedikit pun kebahagian dari wajah mereka. Eva anak perempuan lugu itu telah pergi dengan cara yang mengenaskan. Dari semua anggota keluarga, Vania Serlina atau ibu dari Bimo lah yang paling terpukul


Vania Serlina adalah pemain drama cukup terkenal yang dijuluki "gadis berpita hitam". Karirnya sebagai pemain drama cukup baik karena acting nya yang menawan. Semua orang mengaguminya, memujinya dan menyanjungnya. Vania Serlina adalah wanita muda yang cantik dengan jiwa yang besar dan dedikasi yang tinggi terhadap seni peran

Suatu hari, Vania Serlina sedang berlatih untuk pertunjukkan drama terbesar yang akan dimainkannya 2 minggu lagi. Pertunjukkan drama kali ini adalah pertunjukkan drama paling besar dan bergengsi karena disaksikan oleh lebih banyak orang. Pertunjukkan drama ini adalah pertaruhan karir sang "gadis berpita hitam"

"aku harus apa lagi! aku ga mau kamu seperti itu!! pergi kamu dari....." ucap Vania Serlina yang sedang berlatih acting untuk mengafalkan dialog di malam itu

kata-katanya terpotong karena ia mengingat anak tersayangnya Eva Serlina yang telah pergi meninggalkannya beberapa bulan yang lalu dengan cara yang mengenaskan. Vania tertunduk, air mata keluar dari matanya yang indah itu, air mata untuk menangisi kepergian Eva.

Vania menangis sangat pilu, ia merindukan anaknya Eva. Karena matinya Eva, ia menjadi sangat depresi dan mengganggu karirnya sebagai pemain drama. Vania sudah kehilangan gairah untuk bermain drama karena kematian Eva

Bimo datang menghampiri ibunya yang menangis itu

"mah, ada apa? kenapa mamah menangis?" ucap Bimo
"Eva nak... ibu memikirkan Eva...," ucap ibu Bimo, Vania Serlina
"sudahlah mah, jangan terus menyesali kematian adik Eva... tidak baik, Eva pasti sedih di sana karena melihat mamah menangis terus sepanjang hari," ucap Bimo

"..... kamu tahu mo, apa yang diucapkannya sehari sebelum mamah pergi bersama ayah keluar kota dan meninggalkan kalian bertiga saja di rumah?" ucap ibu Bimo
"aku tidak tahu, memangnya apa yang ia bilang?" tanya Bimo

"Eva menemui mamah di kamar, ia memberikan pelukan yang sangat hangat di malam yang dingin itu, pelukannya sangat erat... ia seperti tidak ingin melepas mamah, baru saat itu saja dia memeluk mamah dengan sangat kuat," ucap Ibu Bimo

Bimo hanya terdiam

"setelah memeluk mamah, dia bilang, "mah... tersenyumlah selalu... jangan pernah sedih walau apapun yang terjadi denganku... mamah adalah pemain drama yang hebat... jangan sampai karir mamah hancur karena terus memikirkan aku..."

"dia seperti tau apa yang terjadi sekarang... ucapannya seperti mengingatkan mamah agar selalu kuat dan tidak jadi seperti ini... malam itu mamah tidak pernah berpikir bahwa itu adalah pesan terakhir Eva sebelum ia mati meninggalkan mamah," ucap ibu Bimo

Bimo hanya terdiam sambil merenung mengingat kejadian di malam Eva membakar dirinya itu


2 minggu setelahnya, pertunjukkan drama terbesar itu pun dimulai, gedung pagelaran teater itu sudah ramai dipadati orang-orang yang ingin menyaksikan acting dan cerita drama dari para pemain teater itu. Mereka juga sudah tidak sabar ingin melihat Vania Serlina beradu acting dengan Herdi Salim.

Herdi Salim adalah pemain teater yang terkenal sama seperti Vania Serlina. Mereka berdua adalah duet artis yang terbaik kala itu. Acting mereka sangat hidup dan berkarakter

"wah, saya sudah tidak sabar ingin menonton acara drama nya... apalagi ada si Herdi sama si "gadis berpita hitam, sebagai artisnya," ucap bapak-bapak yang sedang duduk di bangku penonton
"iya saya juga... acting mereka luar biasa... saya sering menangis kalau melihat Vania sedang beracting sedih, air matanya keluar sungguhan..." ucap ibu-ibu itu
"wah sebentar lagi pertunjukkannya dimulai... saya harus konsen nih..." ucap bapak itu

Bimo dan Karin yang duduk tidak jauh dari mereka, tersenyum dan saling berpandangan, mereka sangat bangga karena ibunya disebut-sebut dan dipuji oleh para penggemarnya. Mereka terlihat senang dan sudah tidak sabar ingin melihat aksi peran ibunya di panggung drama yang cukup megah itu

Lampu gedung teater itu meredup, panggung yang cukup besar itu diterangi oleh lampu-lampu panggung yang indah untuk menguatkan suasana adegan. Vania Serlina sebagai tokoh utama di drama itu keluar, dan semua orang terkagum-kagum.

Sudah cukup lama drama itu berlangsung, penonton pun sudah mulai hanyut dengan suasana drama yang begitu romantis itu. Disinilah awal dari kehancuran sang "gadis berpita hitam" Vania Serlina. Vania yang terus memikirkan Eva itu, melakukan kesalahan fatal pada saat ia berperan di atas panggung itu. Dialog berulang kali salah, wajahnya menjadi sangat gugup karena perasaan tegang setelah lupa dengan naskah dialog. Vania semakin kikuk, ia seperti sudah kehilangan jati dirinya, ia tertekan karena kematian anaknya Eva Serlina

Vania yang kikuk itu tiba-tiba hilang kendali, ia tiba-tiba menangis dan merusak berbagai macam properti yang ada di atas panggung, ia melampiaskan kekesalannya terhadap pemerkosa anaknya Eva. Vania menjadi seperti orang yang sangat aneh dipanggung, ia terlihat sangat tertekan dan hilang kendali, ia hanya bisa menangis.

Semua penonton menyoraki Vania dengan keras, mereka tidak puas karena acting Vania sangat buruk dan menghancurkan suasana drama itu. Mereka sudah membayar mahal untuk menonton acara drama ini, dan berharap bisa melihat acting Vania yang terkenal itu

"wooy apaan tuh!! ko tiba-tiba ngamuk gitu!! drama apaan nih!!!" ucap salah satu penonton
"aaaah rusak nih drama!! artisnya gak profesional banget sih!!! balikin duit gw!!"
"turun lo Vania!!! gw udah bayar mahal nih!!! gw rugi!!! ganti uang gw!!! mana?? katanya janjinya drama ini yang terbaik?!! mana!!??

Semua penonton menyoraki dan melempari Vania yang duduk berlutut sambil menangis di atas panggung itu, Vania selalu memikirkan Eva, ia melihat bayangan Eva tersenyum kepadanya di salah satu bangku penonton

Semua penonton keluar dari gedung drama itu, mereka sudah kecewa dengan acting Vania yang berantakan itu dan tingkah laku Vania yang aneh di atas panggung, harapan para penonton untuk melihat pertunjukan drama terbaik sudah hilang.

"rugi gw nonton beginian!!" ucap salah satu penonton
"ah buang-buang waktu aja"
"gw ga nyangka kalo Vania itu ternyata orang yang stress"

Bimo dan Karin menghampiri ibunya di atas panggung, pemain-pemain drama lain melihat Vania seperti orang yang aneh, mereka semua pergi ke belakang panggung

"dasar orang aneh, hancur udah karir gw," ucap salah satu pemain drama

Bimo melihat wajah ibunya yang sangat bersedih, make up di wajahnya luntur karena air mata yang membasahi wajahnya

"mah? ada apa? kenapa jadi berantakan begini? bukannya mamah sudah berlatih?" ucap Bimo
"Eva mo... Eva... mamah melihat dia duduk di bangku itu pada saat mamah beracting tadi... spontan mamah lupa semua dialog dan mamah jadi kehilangan kendali," ucap Vania Serlina

"tidak ada mah... Eva sudah mati... itu hanya bayangan mamah saja.... mamah terlalu memikirkan kematian Eva..." ucap Karin

Vania hanya menangis malam itu, karirnya sudah hancur di malam itu. Kedua anaknya yang baik itu memeluknya dengan erat



Karena kejadian malam itu Vania dipecat oleh pimpinan pertunjukan dramanya. Penampilannya yang buruk sudah membuat pertunjukkan drama di malam itu berantakan dan membuat kerugian besar

"keluar kamu!! wanita gak tahu diuntung!! kamu cuma bisa bawa sial!!" ucap pimpinan drama itu
"tapi pak, saya masih mau kerja disini, beri saya kesempatan, saya berjanji akan bermain bagus di pertunjukkan selanjutnya," ucap Vania Serlina

"saya sudah muak melihat muka kamu! nama kamu sudah buruk di mata pecinta drama!! lebih baik kamu pergi sekarang, saya sudah punya pemain pengganti untuk mengisi peran kamu,"

Vania bersujud di kaki pimpinannya, ia memohon

"saya mohon pak, beri saya kesempatan, saya mohon..." ucap Vania

"tidak!"

Pimpinan drama itu mengambil asbak rokoknya yang penuh dengan ampas dan abu rokok dan membuang ampas rokok itu tepat di wajah Vania, lalu ia mendorongnya dan pergi meninggalkan ruangan


Vania terdiam, ia merenungi nasibnya yang buruk itu, karirnya sudah hancur, nama baiknya sebagai seorang pemain drama terkenal sudah tinggal cerita lama. Vania keluar dari gedung dramanya, ia berjalan sendirian di tengah hujan yang deras malam itu, ia memakai mantel hitamnya. Vania berjalan sendiri di bawah hujan deras. Ia seperti orang yang sudah kehilangan arah

Bimo sedang menyetir mobilnya di malam yang deras itu, ia mencari ibunya yang pergi meninggalkan rumah petang itu. Ia mengkhawatirkan ibunya

"mah, dimana kamu?" gumam Bimo


Vania Serlina berjalan sendirian, ia basah kuyup. Semua orang yang berjalan melaluinya melihatnya seperti orang aneh.

"dasar orang aneh,"
"lo udah ngancurin drama di malam itu"
"dasar artis gila"
"gw kecewa sama lo Vania"

Kata-kata itulah yang selalu terdengar di telinga Vania, para orang-orang sekitar pecinta pertunjukkan drama sangat kecewa dengannya. Vania hanya bisa merenungi nasibnya, ia terus berjalan di bawah derasnya hujan

"maafkan mamah va, mamah ga bisa menjaga karir mamah, mamah sudah bukan siapa-siapa lagi sekarang,"

Vania melihat Eva berdiri di seberang jalan, Eva tersenyum dan melambaikan tangan

"Eva?"

Vania berjalan menuju tempat Eva berdiri, ia menyeberang jalan itu tanpa melihat kendaraan yang melintas. Sebuah mobil jeep yang ugal-ugalan malam itu terlihat sangat ngebut dan dengan cepat berjalan menuju Vania

Jeep itu menabrak Vania dengan keras, Vania terlempar jauh dan mati. Jalanan itu dipenuhi oleh darah Vania yang berwarna merah pekat. Hujan deras adalah saksi bisu dari kejadian itu.

Sergi yang menyetir mobil jeep itu kaget, dan keluar sejenak dari mobilnya untuk melihat mayat Vania

"anjing!! kita nabrak orang!! mati kayanya" ucap Sergi
"mampus! gimana nih!!" ucap Alan
"ga ada orang kan?" ucap Nay
"ga ada kayanya, udah kabur aja! daripada ntar kita dibawa ke polisi, panjang urusannya," ucap Sagil

"aduh... kayanya tuh orang mati deh..." ucap Vena
"iya mati," ucap Bonad
"ya ampun, kasian banget orang itu..." ucap Ben

The Flame yang telah menabrak Vania, kabur di malam itu. Mereka tidak bertanggung jawab. Malam itu memang The Flame habis mabuk berat, sehingga mereka menyetir ugal-ugalan dan tidak waspada

Mayat Vania tergeletak begitu saja di malam gelap itu, Eva tersenyum dan menggandeng tangan ibunya pergi ke arah sinar terang di atas langit. Anggota kedua keluarga Bimo telah tewas malam itu karena ulah The Flame

The Flame selalu saja mengganggu kehidupan Bimo, kehidupan yang semestinya indah dan penuh senyuman. The Flame telah membuat kehidupan Bimo menjadi sangat tragis

Bimo turun dari mobilnya dan berlari ke arah mayat ibunya yang tergeletak di tengah jalan itu. Ia melihat ibunya telah tewas. Darah ada dimana-mana membasahi telapak tangan Bimo, ia mengusap rambut ibunya dan mengecup kening ibunya sambil menangis pilu

"......kenapa harus seperti ini..... kenapa mamah tuhan....."

Bimo menangis sangat pilu, ia berteriak dengan keras lalu memeluk mayat ibunya yang sudah tewas. Ia tadi melihat Sergi dan The Flame telah menabrak mati ibu yang sangat dicintainya. Ia tahu pelaku tabrak lari itu adalah Flame

"mah... aku... berjanji... suatu saat akan membalas semua ini...."

Bimo menangis sangat pilu di bawah guyuran hujan deras malam itu sambil memeluk ibunya yang sudah tewas



"ibu gw mati karena the flame gi! lo kira gw ga tau!! lo kira gw bodoh!!" ucap Bimo
"maafin gw mo, gw ga pernah tau ibu lo nyebrang malam itu.......dia tiba-tiba ada di depan jalan, dan akhirnya.........gw nabrak dia.............gw mohon maafin gw, gw ga mau mati, kasih gw kesempatan," ucap Sergi

"apa lo kasih kesempatan buat ibu gw malam itu?! lo biarin aja dia mati kaya binatang jalanan!!! lo tinggalin dia gitu aja!!! bangsaaat lo!!!

DAR!!

Satu peluru menembus dahi Sergi, dan ia pun tewas ditangan Bimo

2 komentar:

  1. Tae lah nggak hoq banget sih ne geng, lagi asyik asyik nyetir... pengan jalan jalan tiba-tiba GUBRAK.

    Bimo: TAE LAH ELO LAGI
    Sergi: Yah kaga sengaja

    btw kok selama Sergi disiksa nggak diliatin reaksinya si Vena seh... apa dia ketiduran

    BalasHapus
  2. wkwkwkwkw, tar di lanjutannya vena bereaksi....

    hmm... sebenernya si vena lagi nelpon kapten aryo itu jar... ngajakin malmingan bareng bsok, wkwkwkwkwkwkwk

    zep

    BalasHapus