Senin, 14 September 2009

19. The next victim

Sehari setelah pelarian para animus itu, para polisi semakin gencar dalam melakukan pengejaran untuk menangkap prilaku pembunuhan dan pembuat kerusuhan, sang ketua Ace itu, the animus

"semua bergerak melakukan pencarian, tim alpha masuk, tim alpha masuk, apakah sudah ada tanda-tanda dari animus?" ucap salah satu polisi dari dalam mobil kepolisian

"tim alpha masuk, disini kapten Aryo berbicara, belum ada tanda dari animus, semua masih nihil," ucap Kapten Aryo. Ia bersama timnya sedang melakukan pengintaian di sebuah gedung tua yang diduga sempat disinggahi para animus itu

"baiklah, tetap laporkan keadaan, tim delta keluar" ucap polisi itu mengakhiri pembicaraan

"kapten, tim lain sudah menyebar untuk melakukan pencarian animus itu, tapi kami dapat laporan bahwa salah satu markas polisi diserang oleh puluhan anggota ace!" ucap salah satu anggota tim Kapten Aryo

"ayo segera kita kesana!" ucap Kapten Aryo yang menghidupkan mobilnya dan pergi menuju markas polisi itu





Para animus kejam itu sudah sampai di tempat persembunyiannya, tempat itu tidak terlihat seperti persembunyian para penjahat yang kejam. Rumah itu sudah tua dan terletak di perbukitan pinggiran kota

"kek, ini tehnya," ucap Karin sambil memberikan teh hangat kepada Kakeknya
"terima kasih, ini masih pagi, tapi kamu sudah rajin sekali, kamu sangat mirip ibumu," ucap kakek Karin sambil tersenyum

Kakek Karin tinggal sendiri di rumah terpencil itu, ia sudah sangat tua dan hidup sendiri sejak lama setelah istrinya meninggal 10 tahun lalu.

"tidak apa-apa kek, ini sudah menjadi kewajibanku," ucap Karin tersenyum
"jangan khawatir, kalian aman disini, para polisi itu tidak akan tahu kalian disini," ucap kakek karin yang duduk di kursi depan rumahnya sambil menikmati teh hangat
"iya, aku tahu, disini sangat dingin ya," ucap Karin sambil menghangatkan tubuhnya dengan tangannya

"memang selalu dingin nak," ucap kakek Karin menikmati teh hangat itu lalu ia melihat Karin yang pucat

"mukamu pucat, kamu sakit?" tanya kakek Karin
"ah, gak apa-apa, mungkin hanya kecapean aja, aku masuk ke dalam ya, di luar sangat dingin" ucap Karin

Kakek Karin tersenyum dan melihat Karin masuk ke dalam rumah dengan perlahan

"ah, gejalanya kambuh lagi," gumam Karin

Karin memegangi kepalanya yang pusing, ia terlihat lemas, lalu ia meminum obat untuk mengurangi sakit yang ia rasakan



Sebuah mobil sedan hitam dengan cepat berjalan melewati jalan kecil perbukitan itu. Hamparan luas kebun teh di pinggir jalan itu membuat suasana perbukitan di pagi itu sangat indah. Laki-laki yang menyetir mobil itu mengendarai mobilnya menuju rumah kakeknya

"alvin mana?" ucap Bimo kepada animus bertopeng merah
"bentar lagi juga dateng," ucap animus bertopeng merah itu sambil membersihkan senapan-senapan panjangnya di bagian bawah rumah kakek Karin
"kita harus cepat membunuh anggota Flame yang kedua, polisi sudah mencium pergerakan kita," ucap Bimo
"tenang aja, lagian kita memperlambat gerakan mereka dengan menyerang satu markasnya kan," ucap animus bertopeng merah itu



Mobil sedan sport hitam itu berhenti tepat di depan rumah kakek Karin. Dari dalam mobil, Alvin keluar dan berjalan masuk ke dalam rumah

"kek, apa kabar?" ucap Alvin sambil mencium kakeknya
"nak Alvin, apa kabar kamu cucuku yang tampan," ucap kakek itu
"baik kek, aku mau menemui Bimo dan Arthur," ucap Alvin
"masuklah ke dalam, mereka ada di dalam," ucap kakek itu



Alvin pun masuk ke dalam untuk menemui Bimo dan Arthur. Arthur tidak lain dan tidak bukan adalah sang animus bertopeng merah. Sejarah dan siapa sebenarnya Arthur ini akan diceritakan nanti

"mo, semua beres," ucap Alvin yang menemui Bimo di ruangan rahasia bawah tanah para animus itu
"iya gw udah tau, semua berjalan sesuai rencana kita," ucap Bimo
"semua anggota Flame gak tahu ada mata-mata di dalam geng mereka, yaitu gw," ucap Alvin sambil tersenyum licik
"bagus, dengan begini kita bisa membalaskan dendam keluarga kita kan," ucap Bimo melihat Alvin dengan pandangan tajam

Alvin, Bimo dan Arthur tersenyum puas, mereka senang karena rencana mereka berjalan mulus, mereka sudah tidak sabar untuk membunuh anggota Flame berikutnya

"terus siapa korban kedua?" tanya Arthur
"Sergi," ucap Alvin


Jauh dari dinginnya daerah perbukitan itu, di pagi yang cerah itu, salah satu markas polisi hancur berantakan, markas yang tidak terlalu besar itu rusak karena ulah para anggota "ace"

"kita terlambat," ucap Kapten Aryo yang baru saja datang

Lalu Kapten Aryo dan timnya keluar dari mobil dan masuk ke dalam markas itu, ia menemui seorang polisi yang terluka

"bagaimana ini bisa terjadi?" tanya kapten Aryo
"saya tidak tahu pak, mereka menyerang di pagi buta, semua masih tertidur dan tidak siaga," ucap anggota polisi yang terluka itu
"bagaimana mungkin, kan ada petugas yang berjaga," ucap kapten Aryo
"sepertinya ada "duri dalam daging", ada pengkhianat" ucap polisi itu
"apa maksutmu?" tanya Kapten Aryo
"para anggota "ace" itu menyogok polisi untuk menjadi mata-mata di dalam markas," ucap polisi itu
"gila benar, "ace" ini," ucap Kapten Aryo yang muak dan kesal

Kapten Aryo dan timnya membantu para polisi yang terluka. Markas polisi itu cukup rusak parah, kaca-kaca yang pecah, pagar depan yang rubuh, coretan-coretan di dinding karena ulah para anggota "ace"





Di salah satu kamar tempat persembunyian "Flame", Sergi terbangun dari tidurnya, ia melihat Vena yang masih tertidur pulas di sebelahnya, Sergi berjalan menuju kamar mandi dan mencuci mukanya, ia terlihat cemas dan memikirkan sesuatu, ia lalu memakai bajunya dan melihat ke sebuah laci di dalam lemari itu. Sergi membuka laci itu dan memasukkan tanganya ke dalam laci itu, ia mengambil sebuah foto, foto perempuan muda yang sangat cantik. Ia melihat baik-baik foto itu

"maafin gw va," ucap sergi

Sergi lalu menaruh foto itu kembali di laci itu dan mengunci laci itu, ia tidak ingin foto perempuan itu terliha Vena. Sergi lalu mengambil teleponnya dan menelpon seseorang

"halo mah," ucap Sergi yang menelpon ibunya
"ada apa? sedang apa kamu?" gak sekolah?" ucap ibunya
"aku di DO (Drop out) mah, entah kenapa, aku anak yang baik padahal," ucap Sergi
"yasudah tidak apa, kamu gak usah sekolah, nanti kamu terusin bisnis papah aja," ucap ibu Sergi
"papah mana mah?" tanya Sergi
"sebentar," ucap ibu Sergi yang memberikan telepon itu ke suaminya

"halo, kamu di DO?" ucap ayah Irham
"iya pah," ucap Sergi
"baguslah, papah jadi gak usah ngeluarin uang yang gak guna, lebih baik kamu belajar bisnis, kapan kamu pulang? kamu ini gak pernah pulang. Memangnya sedang melakukan apa sama teman? masa urusan bisnisnya gak selesai-selesai?" ucap ayah Sergi

"anu pah, bisnisnya masih belum selesai, masih cari client" ucap Sergi berbohong

Sergi membohongi papah dan mamahnya, ia bilang akan membuat bisnis bersama temannya dan akan meninggalkan rumah beberapa hari, namun kenyataannya ia hanya bercinta dengan Vena dan melakukan teror bersama Flame

"yasudah segera pulang, kami merindukanmu, anak satu-satunya kok bandel sih," ucap ayah Sergi\
"kayaknya aku gak akan pulang ke rumah lagi" ucap Sergi
"kenapa?" tanya ayah Sergi

Telepon itu terputus tiba-tiba. Sergi melihat handphonenya, ternyata pulsa teleponnya habis dan tidak bisa melanjutkan percakapan

"sial," ucap Sergi
"nelpon siapa sih....." tiba-tiba suara seksi Vena terdengar
"papah Ven" ucap Sergi
"ah ngapain sih, kayak gak bakal ketemu lagi aja," ucap Vena

Vena memeluk Sergi dari belakang, Sergi pun tersenyum. Lalu mereka mendengar suara ketukan pintu

"gi, udah bangun blom?" ucap Nay
Sergi membuka pintu kamarnya, "kenapa Nay?" ucap Sergi
"lo tau gak si Alvin kemana?" tanya Nay
"wah, gw baru bangun gini, gw gak tahu tuh," ucap Sergi
"duh, tuh anak pagi-pagi gini udah ilang, kemana lagi," ucap Nay
"emang ada apa sih? ko nyari si Alvin?" ucap Vena yang ikut nimbrung

"biasa, si Alan ven, obat," ucap Nay
"emang ga berubah tuh orang dari dulu, ngobat mulu," ucap Vena
"bilangin tuh ke abang lo, jangan kebanyakan obat, tar mati," ucap Sergi sambil tersenyum meledek

Nay pun berjalan dan memberitahukan kakak kembarnya Alan bahwa tidak ada yang tahu tentang kepergian Alvin. Alan terlihat kesal dan menyalakan sebatang rokok.



Hari itu terasa begitu cepat, sore itu Irham baru pulang dari sekolahnya, teman-temannya pun bingung karena ia tidak bersama Karin

"karin mana ham?" tanya seorang murid perempuan agak genit
"mati kali," ucap Irham sedikit kesal
"aaah, ganteng-ganteng emosian," ucap salah satu murid perempuan yang lain
"pergi lo sana! berisik!" ucap Irham sambil bersiap untuk pulang dengan motornya

Murid-murid wanita yang genit itu pun pergi sambil membicarakan Irham dengan tawanya, mereka tidak tahu kalau Irham begitu kesal

Irham pun pulang mengendarai motornya, ia mengendarai motornya dengan cepat. Tidak lama, ia pun sampai di rumah dan langsung tidur karena kelelahan




Sebuah mobil sedan sport hitam berhenti tepat di depan rumah Sergi yang merupakan tempat persembunyian "Flame". Alvin keluar dari mobil itu menggunakan kaca mata hitam kerennya, lalu ia melepas kaca mata itu

"wah wah wah, baru sehari jadi ketua "flame" aja, lagaknya udah selangit, kemana aja lo seharian?" ucap Alan yang berdiri di pinggir rumah sendirian sambil merokok

"biasa ada urusan, gw harus ketemu sama distributor narkoba tadi," ucap Alvin
"lo bawa gak obatnya?" ucap Alan menyodorkan tangannya
"nih makan!" ucap Alvin sambil melempar bungkusan isi narkoba

"nah gitu dong, asik, dari tadi kek," ucap Alan kesenengan dan segera mengkonsumsi obat-obatan terlarang itu
"dasar sakit," ucap Alvin sambil berjalan masuk ke dalam rumah

Sergi dan Vena yang sedang berciuman di ruang tengah kaget ketika melihat Alvin yang tiba-tiba masuk

"gapapa kali, lanjutin aja," ucap Alvin yang berjalan menuju tangga untuk beristirahat di kamarnya

"dari mana aja lo?" ucap Sergi
"tau nih, tiba-tiba ilang dari pagi," ucap Vena
"ada urusan," ucap Alvin yang langsung pergi bergitu saja

Sergi dan Vena bingung dengan tingkah Alvin yang begitu cuek, lalu mereka melanjutkan apa yang mereka lakukan tadi


Bonad dan Nay sedang asik bermain game di ruangan dekat tempat Sergi dan Vena bercumbu, mereka memang sering bermain bersama kalau lagi tidak ada kerjaan. Kegemaran mereka adalah bermain balap mobil, sepak bola, dan game pertarungan

"yes gw menang nad! cupu lo!" ucap Nay
"ah, ko jagoan gw lemah banget ya, payah," ucap Bonad yang kecewa karena kalah bermain game pertarungan

Tiba-tiba suara Alan dari luar memanggil Nay yang sedang asik bermain bersama Bonad

"bentar nad, abang gw manggil nih, emang ngeselin tuh orang," ucap Nay
"ah semua juga tahu," ucap Bonad

Di depan rumah, Nay menemui Alan kakaknya


"ada apaan sih?" ucap Nay
"mintain obat lagi ke si Alvin, udah abis nih," ucap Alan yang sedikit teler karena pengaruh obat
"lan, ga baik, jangan kebanyakan, lo sendiri yang bilang kalo kebanyakan bahaya," ucap Nay

Alan menyuruh Nay untuk mendekat, "sini lo, sini cepet," ucap Alan

Nay mendekat dan tiba-tiba Alan menariknya sampai membuat wajah Nay tepat di depan wajah Alan

"gak usah sok ngatur, gw bilang minta obatnya ke Alvin, cepet," ucap Alan

Nay mengangguk dan segera pergi ke kamar Alvin di lantai dua

Di depan kamar Alvin, Nay memanggil Alvin
"vin, vin," ucap Nay sambil mengetuk pintu
tidak ada jawaban dari dalam kamar Alvin, lalu Nay membuka kamar Alvin yang ternyata tidak terkunci, ia pun masuk ke dalam

Nay melihat ada foto keluarga, dan poster-poster yang menempel di dinding, lalu ia melihat sebuah map hitam yang bertuliskan "sangat rahasia" di atas meja. Nay membuka map itu lalu tiba-tiba

"ngapain lo masuk-masuk kamar gw?" ucap Alvin di dekat pintu kamarnya
"sorry vin, tadi gw ketok pintunya lo ga jawab," ucap Nay

"ga sopan lo, mau ngapain sih?" ucap Alvin
"kakak gw minta obat lagi," ucap Nay
"nih yang terakhir bilangin ke dia," ucap Alvin sambil memberikan bungkusan putih

Nay pun menerimanya dan segera pergi dari kamar itu

"Nay," ucap Alvin
"apaan?" ucap Nay yang menengok ke belakang
"jangan masuk-masuk ke kamar gw lagi, awas lo, kalo gak...." ucap Alvin sambil mendekati Nay dengan mencurigakan

"kalo gak apaan?"ucap Nay agak takut

"kalo gak kakak lo ga dapet obat lagi," ucap Alvin tersenyum
"ah elo, bikin degdegan aja," ucap Nay

Alvin melihat Nay berjalan menjauh dan menuruni tangga rumah, Alvin tersenyum licik

"lo itu gak tahu apa-apa Nay, sebentar lagi anggota "flame" satu per satu mati, termasuk lo," ucap Alvin



Setelah memberikan Narkoba kepada kakaknya, Nay melanjutkan permainan gamenya dengan Bonad

"lama amat," ucap Bonad
"udah ayo main lagi," ucap Nay

Alvin turun dari tangga dan sudah berpakaian rapi, ia menghampiri Sergi yang sedang ngobrol dengan Vena sambil nonton TV di ruang tengah

"gi, Kamis jadi kan kita," ucap Alvin
"Kamis, ok, sip!" ucap Sergi sambil mengacungkan jempolnya
"ok, gw cabut dulu," ucap Alvin

Sergi dan Vena melihat Alvin keluar rumah

"emang mau kemana sih Kamis?" ucap Vena
"ada deh, urusan laki-laki," ucap Sergi





Hari sudah malam, Alvin yang mengendarai mobilnya, sampai di rumah para animus itu berada. Rumah yang terletak di perbukitan dekat kebun teh yang agak terpencil itu. Alvin menemui para animus itu di dalam



"beres kan semuanya?" ucap Bimo
"beres, Sergi mau gw ajak pergi hari Kamis," ucap Alvin
"ok sebentar lagi kita bisa balas dendam, gw udah muak sama mereka," ucap Arthur

Karin yang sedang duduk, melihat mereka berbicara, ia memakai syalnya dan menikmati secangkir teh hangat, ia terlihat tenang, namun di balik ketenangannya ia menyimpan dendam dan rasa sakit hati yang dalam terhadap "Flame"

Bimo menyuruh Karin mengirim pesan kepada Irham tentang rencana pembunuhan animus itu seperti waktu para animus itu membunuh Ben dulu. Para animus itu ingin Irham melihat kematian para anggota "Flame" itu

"giliran lo gi, lo harus tanggung jawab dengan semua yang udah lo dan teman-teman lo lakuin dulu, waktunya pembalasan," ucap Bimo sang animus bertopeng putih itu

Arthur dan Karin tersenyum saling berpandangan, mereka terlihat sangat jahat



Kring Kring Kring

Irham yang sedang tidur kaget dan terbangun ketika mendengar handphonenya berbunyi karena ada pesan masuk. Lalu ia membaca pesan itu

Korban kedua
Kamis, jam 10 malam, stasiun kereta kota tua


-gadis berpita hitam-

Irham kaget, "korban kedua? kali ini siapa? aku tidak boleh gagal lagi, aku harus mencegah ada orang terbunuh karena ulah animus itu!"


Tidak ada komentar:

Posting Komentar